LAMPUNG SELATAN – Adanya rencana pengembangan irigasi Rawa Pisang dan Rawa Sragi1 sangat diharapkan oleh para petani di Lampung Selatan khususnya di wilayah Kecamatan Palas dan Sragi dan Candipuro.
Ketiga Kecamatan tersebut sebagai penyokong hasil padi untuk Lampung Selatan,dan provinsi Lampung, sangat tepat kalau program Pengembangan irigasi Rawa Pisang dan Rawa Sragi1, bisa cepat terealisasi.
Sebab air merupakan kebutuhan yang utama bagi para petani, dengan adanya pembangunan irigasi, air akan lebih terkendali, artianya pada musim penghujan tidak ada lagi padi petani mengalami kebanjiran, dan saat musim kemarau tidak ada lagi para petani mengalami gagal panen karena kekeringan. Dengan demikian pola bertani akan lebih lancar, biaya produksi pertanian berkurang, dan akhirnya taraf ekonomi petani meningkat.
Saat ini program tersebut memasuki
FGD atau Diskusi Kelompok Terarah – sebagai salah satu tahapan kegiatan LARAP (Rencana pembebasan lahan dan permukiman kembali).
Kegiatan di dilakukan oleh PT Gracia Widyakarsa sebagai sub-con kegiatan LARAP pada The Urgent Rehabilitation of Strategic Irrigation Project for Western Region of Indonesia (URSIP) yang dipercayakan pada Hankuk Engineering Consultants dari Korea yang menggandeng sejumlah konsultan nasional seperti PT Mitra Utama Asia Pasific, PT Cakra Buana, Supra Harmonia dan Multimera Harapan.
Ari Hariadi selaku Tenaga Ahli LARAP pada Kementrian PUPR Dirjen SDA mengungkapkan para petani peserta FGD pasti merasa ketakutan atau kekhawatiran dengan rencana pengembangan irigasi ini, kekhawatiran para petani bagaimana kalau proyek ini hanya iming-iming saja – alias tidak jadi dilaksanakan.
“Banyak para petani yang mengkhawatirkan bila pelaksanaannya tidak sesuai design atau rencana yang telah disosialisasikan pada masyarakat, kekhawatiran yang cukup signifikan bagi masyarakat terdampak proyek adalah ganti rugi yang tak sesuai,” ucap dia saat memberikan penjelasan kepada media melalui sambungan telepon selulernya usai mengisi kegiatan FGD atau Diskusi Kelompok Terarah, di Rumah Warga Kecamatan Candipuro dan Palas, Sabtu (26/08/2023).
Lebih lanjut dikatakan bapak dua anak ini bahwa pada prinsipnya FGD adalah proses penampungan aspirasi masyarakat untuk bahan pertimbangan rencana aksi atau pengambilan kebijakan selanjutnya. Dalam FGD itu juga ditanyakan mengenai keuntungan dan kerugian, serta kekhawatiran dan harapan dengan adanya rencana proyek pengembangan irigasi di Rawa Pisang dan Sragi1 ini.
“Oleh karenanya salah satu hal penting dalam kegiatan FGD adalah dilakukan didalam suasana yang santai, bebas dari intimidasi atau paksaan, bersifat inklusif gender dan tradisi setempat (khusus FGD perempuan dan adat), disesuaikan dengan kelompok lain yang teridentifikasi, seperti kelompok miskin dan kelompok rentan serta kelompok terdampak parah (severity); dan memungkinkan penggabungan pandangan dari orang terkena dampak dan pemangku kepentingan lain,” kata dia
Bahkan untuk menyasar bahwa proyek ini sensitif sosial budaya, pihak Sub-con diharuskan menyusun screening Inventory Resettlemen dan Indigenous People (masyararakat Adat). Untuk itu kegiatan FGD ini dilakukan di sejumlah lokasi di Kecamatan Jabung Kabupaten Lamping Timur, serta Kecamatan Candipura & Palas Kabupaten Lampung Selatan – kata Antropolog asal UNPAD ini.
Menurut Ari, sistem dan infrastruktur irigasi baru yang akan dikembangkan di kawasan Rawa Sragi dan Rawa Pisang seluas 8.585 ha, yang akan terdiri dari feeder saluran sepanjang 5,31 km pada kanan sungai, 2 saluran irigasi utama sepanjang 42,08 km, 28 saluran irigasi sekunder sepanjang 55,93 km dan 7 saluran drainase sekunder sepanjang 22,58 km. sebagai syarat untuk mendapatkan izin lingkungan sebelum memulai konstruksi atau kegiatan konstruksi.
Saat ini dirinya bersama tim dilakukan sejumlah study seperti kegiatan pengukuran, penelaahan air-tanah, studi lingkungan, pembebasan lahan dan permukiman kembali dan lain-lain untuk mendukung design rencana proyek URSIP atau Proyek mendesak untuk Rencana Irigasi Strategis Wilayah Barat Indonesia.
Seluruh studi ini diharapkan selesai pada akhir tahun 2023 ini. Selanjutnya – khusus untuk studi LARAP – dokumennya akan diserahkan pada Gubernur oleh Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji – Sekampung, sebagai dasar pertimbangan untuk membentuk Tim Appraisal yang dulu identik dengan sebutan Tim Sembilan yang akan bertanggung jawab dalam rangkaian kegiatan pembebasan lahan dan rencana pemindahan orang jika ada.
“Dengan demikian, dokumen LARAP ini sebagai acuan bagi tim appraisal dalam pembebasan lahan dan rencana pemindahan orang jika ada. Selanjutnya diperkirakan pada tahun 2024 itu pula rencana ini sudah dapat dilakukan tender untuk rencana konstruksinya – tutup Ari mengakhiri sambungan telpon selulernya. (Sriwi)